Bingkai Senja*
>> Rabu, 25 Juni 2014
Yuni Budiawati
Jingga merebak indah selimuti langit
Langit yang sama, seperti saat itu
Hanya saja keadaan yang berbeda
Senja itu
Aku menatap jendelamu dari jendelaku
Kini jendela kamarmu selalu tertutup
Aku tak bisa menatapmu
Aku juga tak bisa lagi melempari jendelamu dengan kerikil
Kerikil yang sudah kupersiapkan di meja belajarku
Hampir setiap malam
Kudengar deru motormu melewati rumahku
Mungkin untuk mengantarkan gadis itu pulang
Aku tak tahu sejak kapan kalian punya jadwal bersama
Ah... mungkin sejak ‘Malam itu’**
Saat kaumemberikannya amplop biru
Lalu kaubersiul sepanjang jalan setelah menemuinya
Maaf, aku tak penuhi ajakan traktiranmu
Bukan, bukan lupa, aku hanya tak ingin berjumpa denganmu
Aku menyesal, tapi sudahlah... mungkin kau juga lupa dengan janjimu
Jingga mulai meredup
Aku rindu lukisan senja yang menampakkan dirimu indah dalam bingkai
Kau itu Mahakarya Sang Pencipta
Kau itu seni
Lukisan dalam bingkai senjaku
Aku rindu melempari jendela kamarmu
Sekarang, kerikil itu masih menumpuk di meja belajarku
Aku sangat merindukanmu
Meski, aku hanya sebatas tetangga baru bagimu
Senja telah usai, langit berubah gelap
Kututup jendela kamarku sambil terus berharap jendela kamarmu akan terbuka
“Kapan kau mau mentraktirku?”, Kataku lewat pesan singkat
Apakah janjimu masih kau simpan?
Aku tak tahu
Ciputat, 19 April 2014
*Lanjutan puisi dengan sudut pandang pada puisi ‘Lewat Jendela’ 9 Februari 2014.
**Lihat puisi ‘Malam itu’ 6 April 2014
0 komentar:
Posting Komentar