BERJUMPA DENGANMU

>> Selasa, 12 Maret 2019


Aku berkata pada embun, yang bergelayut manja di dedaun muda, yang baru bertumbuh kemarin sore. Saat cahaya belum sepenuhnya menyala menghantarkan asa. “Akankah aku melihatnya esok, seperti aku selalu melihatmu setiap pagi buta?” Tapi kemudian, embun itu terjatuh dari dedaun karena tersapu angin.

Aku berkata pada langit, yang tak sebiru lalu karena awan bergumul berebut tempat, hingga mentari hanya dapat mengintip. “Aku tak tahu bagaimana perasaanmu saat awan-awan itu menutupi tubuh indahmu, tapi kauterlihat sedu suram, sama sepertiku.” Sesaat kemudian gerimis jatuh tepat di atas hidungku.

Aku berkata pada gerimis, yang mulai deras menyerbuku lalu membasahi rerumput dan tetanah kering, yang wangi khasnya selalu kunantikan selepas hujan reda. “Apakah dia sama basahnya sepertiku, ataukah dia berhasil berteduh di bawah pohon rindang di taman dekat rumahnya?” Lalu gemuruh guntur menggema langit mendung.

Aku berkata pada semut, yang berderet rapi merayapi bangku taman yang baru saja diduduki sepasang tua, yang berbagi syal merah marun dan secangkir teh hijau hangat. “Tidakkah kaulihat saat suhu dinginpun, cinta selalu bisa menghangatkan, meskipun hanya dengan sehelai syal dan secangkir teh?” Tapi semut itu tetap merayap mengacuhkanku.

Aku berkata pada angin, yang semilirnya membelai pipiku lembut, “Apakah kau dapat menyampaikan salamku pada sang penawan hati, yang telah mengikat jiwaku hingga tak bisa berlari? Apakah kau dapat bertanya padanya, akankah dia datang ke taman sore ini?” Dan angin itu berhembus lebih kencang menerbangkan lembaran sketsaku.

“Ini sketsamu? Sepertinya wajah lelaki ini mirip denganku.”Angin berhenti berhembus setelah menuntunku ke hadapannya yang memandangi wajahnya pada sketsa milikku.  
Akhirnya aku berjumpa denganmu.


Ciputat, Selepas hujan reda
Kamis, 14 Mei 2015

0 komentar:

  © Langit Merah Mawar Blog Puisi Yuni Budiawati by Ourblogtemplates.com 2014

Log In