Hitam Pahit Hidup

>> Rabu, 29 Januari 2014

Yuni Budiawati


Aku hitam
Tidak kotor, memang hitam
Hitamku buat mereka demam
Bak si mata sipit, sedikit terpejam
Tapi mereka langsat, aku legam

Aku hitam
Aku dengar celoteh mereka, samar
Gelak tawa, saat 'Atut' gadis desa disebut
Kata sampah, saat amarah diumbar
Harapan saat rombongan ibu pulang dari pasar

Aku pahit
Tidak untuk semua, cuma mereka
Katanya manis itu tuk wanita
Memang, pahit lebih menggigit

Aku pahit
Mereka menyeruput lanjut sampai luput
Sampai si lelaki tinggi hitam berteriak "Dia mati gantung diri! katanya ditinggal mati istri,
hutangnya ditagih rentenir, dompetnya tipis, anaknya overdosis!"
Hitamku muncrat, mereka sadar aku pahit

Hitam pahit adalah aku
Betul, hidup juga begitu
Coba mereka nikmati seperti hitam dan pahitku
Mungkin hidup lebih hidup, tak akan redup


Ciputat, ditemani secangkir moccacino dan rintik hujan
Jumat, 24 Januari 2014

Read more...

Hujan

>> Jumat, 24 Januari 2014

Yuni Budiawati


Hujan
Gemericik, cantik, rintik dari langit
Hujan
Mengutuk ku akut menarik selimut

Hujan
Basah, menyeruai bau tanah
Hujan
Sumpah serapah orang bawah
Hujan
Canda tawa riang para bocah

Hujan
Merasuk cinta jadi candu
Hujan
Rindu pilu, alam penuh sendu

Hujan
Canda, lara, romansa, ada bersamanya


Ciputat,
Sabtu, 17 Januari 2014          

Read more...

Lagu Jiwa

>> Minggu, 12 Januari 2014

Yuni Budiawati


Angin itu melambai mengikuti arah gerakan nada
Kadang lambat kadang kencang
Menghembuskan udara segar
Membelai setiap daun dan rerumputan

Alunan sendu tercipta dari setiap gesekan
Begitu merdu menyayat hati
Seakan bermain untuk menikmati musiknya sendiri
Tapi membuat setiap orang yang mendengar terenyuh

Rambut halusnya menggesek dengan indah di atas dawai
Menggetarkan sang dawai yang ikut terhanyut
Membelah kesunyian dengan setiap alunan melodi
Menciptakan harmoni alam sang lazuardi cinta

Sang lagu jiwa...

Read more...

Lebih Indah

Yuni Budiawati


Kabut hitam itu tak mau pergi dari benakku
Padahal telah kuat kuat kutiup biar menghilang
Hingga menyerah hanya menyiksa diri
Menyerah di dalam kegelapan kabut

Waktu itu aku hampir gila
Hidupku mati, rasanya tak akan baik
Menggila dikelilingi kabut
Sesak tak bisa bernafas

Kuberjalan di dalam kabut, hampir gila
Melangkah tanpa melihat tak menapak
Memejamkan mata tak bisa melihat
Terus melangkah tak tentu arah

Satu tangan yang menarikku
tangan-tangan lain muncul
menarikku beramai-ramai
Hingga aku harus berseteru dengan kabut itu
Haah... rasanya aku hidup kembali

Aku menemukan kembali diriku yang mati suri
Aku berlarian seperti terbebas dari pasungan
Bernafas dalam menghirup segarnya udara
Langkahku terhenti kulihat banyak orang di sana

Mereka tersenyum kepadaku dengan tulus
Mengulurkan tangannya ke arahku
Kusambut dan mereka menarikku dalam pelukan
Lebih indah....

Bersama mereka bagai keluarga
Tertawa terbahak bahak sampai pipi pegal
Mengeluarkan celoteh tak bermakna
Lebih indah...
Membuat hidupku bangkit kembali
Seperti reinkarnasi seorang yang putus asa
Menemukan jati diri yang utuh
Lebih indah....

Read more...

Kembali ke Peraduan

Yuni Budiawati


Burung mengepakkan sayapnya menuju sarang
Ayam dan bebek digiring ke kandang
Binatang malam bersiap keluar menguasai gelap
Ya... Alam bersiap menuju peraduannya

Para nelayan mendirikan tiang dan membentangkan layar
Sang Ibu menyuruh anak kecilnya berhenti bermain
Jalanan penuh sesak oleh para pengais rezeki yang kembali pulang
Ya... Alam bersiap menuju peraduannya

Bintang senja berlomba naik bersama sang purnama
Matahari mengantuk cahayanya mulai redup
Sinarnya merubah putihnya awan menjadi jingga
Langit merah mawar bagaikan kilauan minyak

Ya... Alam bersiap menuju peraduannya

Sabtu, 11 Januari 2014
19.45 WIB

Read more...

Puisi Langit Merah Mawar

>> Sabtu, 11 Januari 2014

Yuni Budiawati


Sang surya kembali ke peraduan
Syukur untuk Sang Pencipta
Terima kasih untuk sang waktu
Pujian pada sang alam

Salam perpisahan untuk para makhluk
Menantikan esok hari akan kembali gemilang
Kicauan burung merelakannya meninggalkan hari
Sang purnama siap berada di posisinya

Cahayanya mulai meredup menjingga
Menembus kabut tipis dan awan putih
Berirama bergelombang meredup namun tetap bersinar
Langit menyambutnya pulang

Langit terbelah merekah sempurna
Bagaikan kelopak-kelopak mawar
Kilauannya bagaikan minyak berwarna-warni
Langit merah mawar


Sabtu, 11 Januari 2014
23.10 WIB

Read more...

  © Langit Merah Mawar Blog Puisi Yuni Budiawati by Ourblogtemplates.com 2014

Log In