Lewat Jendela
>> Rabu, 19 Februari 2014
Yuni Budiawati
Langit masih senja ketika kauketuk jendela kamarku
Kaubilang tak ada jawaban dari pintu
Kulihat sekotak kue lapis legit di tanganmu
"Sebagai ucapan selamat datang untuk tetangga baru,"
katamu dengan senyum tulus dan aku luluh
Mentari menyusup lembut dari sela-sela jendela
Tapi kapuk empuk masih menggoda
Lalu deru mesin motormu terdengar
Aku langsung beranjak membuka jendela
"Selamat pagi!" kataku berteriak, tak sadar belek di mata
Berkali-kali kulempar kerikil ke arah jendela kamarmu
Hanya untuk menanyakan PR atau iseng
Kaukesal dan memberiku nomor ponselmu
Bagus... itu akan menambah rasa isengku, hahaha...
Tapi tetap menatap dirimu lewat jendela, masih jadi rutinitas
Langit senja, sama seperti saat pertama kali kita bertemu
Aku menatap dirimu dalam bingkai jendela kamarku
Di sana kautulis sesuatu, berkali-kali kauganti kertas, tampak frustasi
Aku sudah siapkan kerikil dari halaman untuk kulemparkan
Tapi hari ini, aku hanya ingin menatapmu saja
Kau adalah seni, seakan aku melihat lukisan hidup dalam bingkai
Hari ini pun aku hanya ingin menatapmu saja
Atau hanya ucapan 'selamat sore' lewat pesan singkat
Kauterlihat gusar menunggu seseorang, di tanganmu ada amplop kecil
Tiba-tiba kaumelongok keluar jendela dan melambaikan tangan
Lambaian itu bukan pada sudut 180 derajat tapi 135 derajat, bukan aku
Kaulari ke luar menuju arah rumah sebelahku
Penasaran, aku mengintip dari jendela kamar
Kauberdiri di sana dan seorang gadis melongok dari jendela kamarnya
Kauberikan amplop itu lalu kalian tersenyum
Kaukembali sambil bersiul-siul sepanjang jalan
Aku masih memperhatikanmu dari jendela
Kauberhenti di depan jendela kamarku kaumelambai sambil tersenyum
Aku tak menyambut, dan kauterlihat aneh lalu masuk ke rumah
"Besok kita makan ya, aku traktir," katamu lewat pesan singkat
Sepertinya, besok pun aku hanya bisa menatapmu lewat jendela saja
Ciputat,
Minggu, 9 Februari 2014